February 21, 2017

Sowan ke Museum Affandi, Sang Pelukis Tanpa Kuas

Jogja, di musim hujan, saat weekend... apa artinya? Bagiku, sih: no beaches, no temples, no popular tourism sites. Musim hujan memang saat yang tepat untuk bermeditasi, hibernasi, pensiun dini, you name it. Menenangkan diri sejenak dari segala penat menenteng backpack dan jalan kaki demi mengeksplor tempat liburan.

Tapi... Semua prinsip itu menguap pada saat hari kedua dinas di Jogja, aku justru merasa bosan mendekam di kamar hotel, menonton HBO dengan tayangan film yang itu lagi-itu lagi. View kamar saat itu menghadap swimming pool dan, dasar pelupa, aku lupa membawa baju renang favorit. Apa lagi yang bisa aku lakukan di hari kosong dinas di Jogja ini?

Jangan diliatin lama-lama, ntar serem sendiri...


Mbak Devi, rekan kerja (eh?) yang menemani dinas kemarin, tiba-tiba saja memberi ide, "Apa kita ke Museum Affandi?" Nah. Ini adalah keputusan yang kesekian, setelah diskusi-diskusi sebelumnya dimana kami sempat mempertimbangkan Candi Ratu Boko (batal karena tidak mungkin sunset terlihat saat mendung begini), Hutan Pinus Imogiri Bantul (jauh bro, ditambah aku masih ber-high heels-ria), dan Rumah Makan Raminten (weekend sore gini pasti rame puoll!)

Gayung bersambut banget nih, soalnya saat perjalanan dari bandara Adisucipto ke hotel satu hari yang lalu, aku melihat Museum Affandi di sisi kanan jalan dan seketika berkeinginan untuk mengunjungi. Masih "keinginan" lho. Ealah ternyata sehati sama Mbak Devi. Selain alasan 'eksternal' di paragraf yang diatas, apalagi Lin yang mendorong kalian untuk ke Museum Affandi?

Signature unik yang sering dibubuhkan Affandi pada lukisannya
Source: affandi.org

Affandi adalah salah satu seniman ternama yang dimiliki Indonesia. Pelukis legendaris, to be exact. Karya-karyanya setengah abstrak, setengah realisme. Dan beberapa kali orang menyebut gaya beliau menyerupai gaya lukisan Van Gogh. Yang terakhir ini justru jadi pendorong bagi Affandi untuk melihat karya-karya Van Gogh di Paris, dengan mata kepalanya sendiri. Betapa leganya beliau begitu tahu style mereka tidak mirip. Pendapat pribadiku, sih, Van Gogh jauh lebih realis, sedangkan Affandi biasanya nyaman dengan gaya separuh-abstrak-nya.

"Self Portrait with Bandaged Ear" (1889) oleh Vincent van Gogh.
Source: Designercityline

Affandi banyak melukis self portrait. "Bapaknya narsis juga ya," komentar Mbak Devi
Source: Affandi Alive!

Museum sang Maestro terletak di Jalan Raya Yogyakarta-Solo atau, seperti yang kubilang tadi, jalan raya dari/menuju Bandara Adisucipto. Terletak persis di samping Kali Gajah Wong, salah satu bagian museum pun dinamakan "Studio Gajah Wong". Selain menjadi museum bagi lukisan-lukisan legendarisnya, tempat wisata satu ini juga memamerkan hasil karya istri Affandi (Maryati), anaknya (Kartika), dan beberapa anak dan cucu dari istri kedua (Rubiyem). Jika kalian ingin jadi kolektor hindari Galeri 2 yang berisi lukisan asli sang legenda itu; harganya milyaran! Coba sambangi Studio Gajah Wong; ada lukisan-lukisan indah dari berbagai pelukis yang dijual mulai harga IDR 45 juta (info per Februari 2017).

Isi Galeri 1
Source: affandi.org

HTM untuk pengunjung domestik IDR 20 ribu dan turis asing IDR 50 ribu. Jika ingin memotret isi galeri-galeri, cukup bayar IDR 20 ribu untuk kamera profesional dan IDR 10 ribu untuk kamera ponsel. Kalian bisa memotret sepuasnya. Aku agak menyesal tidak membayar untuk fasilitas ini karena banyak objek menarik yang bisa diabadikan (dan di-post di Instagram :p).

Sourcewww.affandi.org

Dari kejauhan, atap museum dibuat dengan bentuk daun pisang. Kalian berkesempatan melihat keseluruhan struktur atap ini dari menara pandang di Galeri 3, sayangnya kemarin menara ini sedang dalam perbaikan. Selain Galeri 1 (lukisan orisinil Affandi), Galeri 2 (lukisan Affandi dan para sahabatnya yang berharga milyaran), Galeri 3 (lukisan istri, anak, dan cucu Affandi), dan Studio Gajah Wong (lukisan pelukis lain yang berharga puluhan juta) terdapat juga beberapa situs menarik seperti kuburan Affandi (wafat 23 Mei 1990) dan istri pertamanya, Maryati; balai/pendopo berbentuk gerobak yang menjadi tempat leha-leha Affandi; serta rumah asli Affandi, dimana kita bisa mengintip dari jendela untuk melihat isi kamarnya yang sangat antik.

Tempat beristirahat (kini jadi mushalla) berbentuk gerobak
Source
yogya-backpacker.com


Cafe Loteng, tempat ngaso untuk pengunjung. Patung Affandi  'gonta-ganti' kaos nih
Source
yogya-backpacker.com

Apa yang menarik dari seorang Affandi? Kemampuannya melukis tanpa kuas, Affandi hanya menggunakan tube cat langsung atau di-'ukir' dengan tangan. Hal ini ditemukan secara tidak sengaja, yaitu ketika dia mematahkan kuasnya saat tengah asyik melukis (tahun 1960). Mungkin ketiadaan kuas ini juga yang jadi alasan beberapa lukisan cat minyaknya terlihat sangat kasar dari jarak dekat. Di luar masalah lukis-melukis, sifat eksentrik Affandi yang menarik bagiku adalah ketika tahu beliau mau menuruti nasihat Maryati untuk menikah lagi, tapi dengan syarat: wanita itu tidak boleh lebih cantik dan pintar dari sang istri pertama, dan harus Maryati sendiri yang mencarikan. Duh, Pak~

"Potret Met Dochter" (1939)
Source: affandi.org

Setelah menukarkan tiket masuk dengan segelas teh botolan dingin, aku membeli dua lembar kartu pos sebagai kenang-kenangan untuk dibawa pulang ke Jakarta. Penukaran minuman dan pembelian suvenir bisa dilakukan di Cafe Loteng, harganya sangat terjangkau. Kartu posnya bergambar lukisan Affandi yang sebagian besar ada di Galeri 1. Salah satu yang kubeli menampilkan lukisan "Potret met Dochter" yang sejak awal sudah mencuri perhatianku.

My first museum in 2017 

***

Affandi Museum
Jl. Laksda Adisucipto 167 Yogyakarta 55281 Indonesia
Phone : +62 274 562593
Fax : +62 274 562593
Email : affandimuseum@yahoo.com, museumaffandi@gmail.com


0 testimonial:

Post a Comment